Gambang Kromong dikenal sebagai
musik tradisional Betawi. Wilayah Betawi bukan hanya meliputi wilayah
administrative Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, melainkan juga menjangkau
sampai ke Tangerang di Barat, Bogor bagian Utara di Selatan dan Bekasi di
Timur. Gambang Kromong sering ditanggap dalam suatu pesta perkawinan untuk
mengiringi para tamu yang hendak ngibing Cokek. Pertunjukan Lenong pun disebut
bukan lenong kalau tidak diiringi gambang kromong. Singkat kata, gambang
kromong selalu ditampilkan dalam pelbagai acara budaya Betawi dan sudah jadi
trade mark di Jakarta.
Di pihak lain, di beberapa
wilayah di Kab. Tangerang – yang secara administrative termasuk ke dalam
propinsi Banten – sendiri cukup banyak perkumpulan gambang kromong dan wayang
cokek, sehingga dapat dikatakan masyarakat Tangerang, terutama komunitas
Tionghoa Peranakannya tak terpisahkan dari gambang kromong dan wayang cokek.
Menurut data yang dikutip Ninuk Kleden-Probonegoro (2002), ada empat kecamatan
di kab Tangerang yang terbanyak memiliki grup gambang kromong dan wayang cokek,
yakni Teluk Naga, Kosambi, Sepatan dan Legok.
Sejak dahulu, memang Kota
Batavia telah dihuni dari berbagai belahan dunia. Tak heran bila fakta ini
tercermin dalam musiknya yang juga cosmopolitan. Di antara sekian banyak
penduduk yang sudah sejak lama bermukim di kota ini, tentu saja, yang juga
pantas disebut adalah etnik Tionghoa.
PERANAKAN
Orang Tionghoa sudah sejak lama
bermukin di kota ini. Waktu orang Belanda untuk pertama kalinya menginjakkan
kaki mereka di jayakarta, sudah ada suatu pemukiman Tionghoa di sebelah timur
muara Ciliwung. Orang tionghoa di Jakarta khususnya dan di Jawa umumnya berasal
dari bagian selatan Propinsi Hokkian (Fujian), yakni wilayah sekitar Ciang-ciu
(Zhangzhou), E mui (Xiamen) dan Coan ciu (Quanzhou) di Cina Selatan. Waktu itu,
karena yang datang umumnya kaum laki-lakinya dan hamper tidak ada perempuan
Cina yang bermigrasi, laki-laki Tionghoa totok (sin-kheh) ini lalu menikahi
perempuan setempat (nya) dan membentuk keluarga. Hasil perkawinan campur inilah
yang kemudian membentuk komunitas Tionghoa peranakan (baba-nona/nyonya).
Kaum Tionghoa peranakan di Jawa
umumnya tidak dapat berbahasa Tionghoa lagi dan berbahasa Melayu dan atau
dialek setempat; Sunda atau Jawa. Budaya mereka merupakan akulturasi anatara
budaya Tionghoa dari pihak laki-laki dan budaya local dari pihak perempuan.
Kaum perempuannya dulu berkebaya nyonya dengan bawahan sarung batik Cirebon,
Pekalongan, Lasem dan lain-lain. Pada masa lalu, mereka juga mengunyah sirih,
menjalani upacara ‘potong gigi’, jongkok menyembah untuk member hormat dan
berbagai kebiasaan perempuan local. Sastra yang mereka lahirkan kemudian
disebut sastra Melayu-Tionghoa.
CINA BENTENG
Di pihak lain, gambang kromong dan wayang cokek tak terpisahkan dari kehidupan kesenian masyarakat Cina Benteng, yakni masyarakat Tionghoa Peranakan yang sejak beberapa generasi bermukim di Kab. Tangerang. Sejak berabad lalu, orang Tionghoa telah bermukim di tempat ini. Mereka datang melalui beberapa entri; Banten di Barat, Mauk dan Teluknaga di Utara, serta Batavia di timur.
Seiring dengan dikembangkannya
pertanian oleh Belanda di luar Batavia (Ommelanden), maka banyak orang Tionghoa
mengusahakan pertanian, perkebunan tebu dan pembuatan arak di wilayah ini.
Sepanjang sejarah Batavia – Tangerang tercatat, para tuan tanah yang tinggal di
Batavia juga banyak yang mempunyai tanah di wilayah ini, seperti keluarga Souw
dari patekoan, Batavia. Pemukiman Tionghoa berkembang pesat setelah benteng
Tangerang – lokasinya di Jalan Benteng Jaya, belakang Plaza Tangerang, sekarang
– dibangun sekitar 1730 oleh Belanda sebagai pertahanan terhadap serangan
Banten yang ingin merebut kembali Batavia. Dari pertahanan inilah, lahir nama
Benteng sebagai nama lain kota Tangerang.
Orang Tionghoa Peranakan yang
secara turun temurun bermukim di Tangerang dengan bangga menyebut dirinya Cina
Benteng. Pada perkembangan selanjutnya, terutama oleh orang di luar komunitas
mereka, Cina Benteng bukan hanya digunakan untuk mengacu pada penduduk Tionghoa
di kota Tangerang, melainkan juga penduduk Tionghoa di Kab. Tangerang, termasuk
Sewan, Kedawung Wetan, Selapajang, kampong melayu, Tanjung Burung, Tanjung
Pasir, Lemo, Curug, Legok, Tigaraksa, Bayur, Sepatan, Kebon Baru, Cengklong,
blimbing dan Kosambi. Cina Benteng juga dapat ditemui di beberapa kawasan yang
termasuk dilayah DKI Jakarta, seperti jelambar, Kapuk, Kamal, Dadap, tegal
Alur, Rawa Lele dan Rawa Bokor.
ASAL-USUL
Jika rekan-rekan ingin mendownload Silakann aja. Tapi beri komentar ea....!! Biar kedapannya bisa lebih bagus lagi.... Thanks
Silakan Download
Comments :
Posting Komentar